Lesatan Cahaya
Ketunanetraan bukanlah akhir dari segala-galanya
Ketunanetraan bukanlah cakrawala batas ruang
untuk berkarya
Ketunanetraan adalah amanah untuk tetap
menghamba pada-Nya
Ketunanetraan adalah nikmat penghantar
pembuka pintu surga
Ketunanetraan adalah pahala
Semangat kami bak lesatan cahaya di ruang
hampa
Abulala
( cita-cita yang tak mungkin padam)
Bagian 1 - Rumah Rindu
Awal kerinduan akanjannah yang mulai menepi
( Kicauan burung meningkahi suara Sofyan yang
mencoba menghafalkan
01. Andi:
Ya Rabbi, apakah lekukan hijaiyah-Mu juga
akan tercerabut dari diri ini ?
02. Sofyan:
Bersyukurlah, Ndi, atas ketunanetraan yang
telah Allah amanahkan kepadamu.
03. Andi:
Untuk yang lain insya Allah saya bisa, Mas.
Tapi yang satu ini ? ( Mencoba mengendalikan diri ) Tidak, aku harus bisa !
Insya Allah bisa ! ( Mencoba lagi membaca lembaran arab Braille yang ia pegang
, tetap belum bisa) Astaghfirullah ! Allahu akbar ! ( Meletakkan lembaran arab
Braille itu dan kerinduan yang meluapkan air mata yang tak mungkin ia bendung
lagi)
04. Sofyan:
( Mendekati Andi dan mencoba menghibur )
Allah selalu memberikan jalan, Ndi. Bukankah Allah mengatakan hma ma’al usri
yusron, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Awalnya, saya pun
kesulitan untuk membaca Al qur’an dalam Braille ini, Ndi. Lama, Ndi. Bukan
sesuatu yang mudah untuk mereka yang tunanetranya baru seperti kamu itu, Ndi.
05. Andi:
Ya, Mas. Inna ma’al usri yusron, bersama
kesulitan pasti ada kemudahan, insya Allah ( Mencoba lagi). Ya Allah,
pandikanlah hamba untuk membaca ayat-ayat qauliyah-Mu ini. ( Mencoba membaca
dan hanya terdiam)
06. Sofyan:
( Setelah menanti suara yang tak kunjung muncul
) Coba, Ndi, saya Bantu. ( Mengambil lembaran arab Braille dari tangan Andi).
Ini catatan yang kemarin dari Pak ustadz ya ?
07. Andi:
Benar, Mas. Itu saya pinjam dari Bu Ros.
08. Sofyan:
(Membaca lembaran arab braile itu) Qul
inkumtum tuhibbunallah fattabi’uni
09. Andi:
Allahu akbar ! ( Ledakan air mata yang
membersihkan hati ). Mas Sofyan pahamkan apa yang dijelaskan oleh Ustadz
kemarin ? Lihatlah saya, Mas. Apakah pantas orang seperti sya memenuhi perintah
Allah itu ? Lihatlah ! ( Mengambil lembaran arab Braile dari tangan Sofyan )
untuk membaca arab Braile seperti ini saja, sampai sekarang saya belum bisa.
Bagaimana cara saya untuk mengamalkan ayat itu ?Dengan kondisi seperti ini,
saya tak akan sanggup untuk mengatakan itu, Mas. ( menggumam Lirih ) Jika kamu
mencintai Allah, ikutilah aku. Saya tak sanggup, Mas.
dan I - Rumah Rindu
10. Sofyan:
( Air mata pun tercurah, mencoba bertahan
semampunya ) Yang hams kita ingat Ndi, ketunanetraan kita ini juga amanah dari
Allah. Agar kita tetap bisa menghamba pada-Nya dengan haq. Bukankah Al qur’an
ini ditunmkan agar kita bisa mengambilnya sebagai tuntunan hidup ? Dan Allah
pun tak akan mendholimi kita dengan menmerintahkan kepada kita sesuatu yang
takmungkin kita kerjakan ?
11. Andi:
Benar, Mas.
(Keduanya terdiam dan menangis dengan
kerinduan yang dalam) (Satrio masuk dan memperhatikan keduanya dan)
12. Satrio:
Lah, nangis lagi. Mbok ya jangan cengeng.
Laki-laki kok nangisan. ( Tak ada respon dari keduanya ) E, lha kok dicuekin.
Sudah berhenti nangisnya. Sudah runanetra nangisan lagi. Malu sama Allah !
13. Sofyan:
Diam kamu, Yo !
14. Satrio:
Ya, saya diam.
(Riski masuk mencari Sofyan)
15.Riski:
Mas, Mas Sofyan dimana ?
16. Sofyan:
Di sini, Ris.
17. Riski:
Mas Sofyan masih punya tongkat berapa ?
18. Sofyan:
Masih tiga, Ris.
19. Riski:
Ya, Mas, ada.
20. Sofyan:
Siapa Ris ?
21. Riski:
Saya, Mas.
22. Satrio :
Lah ! Kamu lagi, Ris ?Kamu sudah habis berapa
tongkat Ris ? Dari Bu Ros, dari Mas Andi, dari Mbak Ana. Kamu apakan Ris semua
tongkat itu ? Kamu makan ?
23. Riski:
Jangan begitu Yo.
Bagian I - Rumah
Hindu
24. Andi:
Masih sama seperti yang dulu ya, Ris ?
25. Riski:
Benar, Mas. Disembunyikan lagi oleh Bapak.
26. Satrio:
Bapakmu itu perlu ditatar kok Ris. Bagus
anaknya mau pakai tdngkat. Lha kok malah disembunyikan teras. Masih malu ya,
Ris, kalau anaknya tunanetra ?
27. Andi:
Sudah, Yo, diamlah !
28. Satrio:
Ya ya saya diam.
29. Sofyan:
Kita hams bisa memahami sikap orang tua kita,
Ris. Saya yakin, sebenarnya orang tuamu sangat sayang padamu, Ris. Sehingga
mereka tak akan pernah membiarkan siapa pun menyakitimu. Bukan karena malu,
Ris. Jadi beliau mengambil tongkatmu itu bukan lantaran beliau malu, bukan Ris.
Tetapi beliau tidak ingin kamu jadi bahan olok-olokan teman-teman mainmu di
rumah.
30. Riski:
Ya, Mas. Saya sadar akan hal itu. Saya tak
akan sanggup untuk marah kepada orang tua. Hanya karena sudut pandang kita
dengan orang tua kita yang berbeda. Saya yakin Bapak dan Ibu tak pernah
berfikir untuk kebaikan mereka, pasti ini semua untuk kebaikan saya. Agar saya
tidak diolok-olok karena ketunanetraan saya.
31. Sofyan:
Subhanallah, bagus, Ris.
32. Riski:
Sebenarnya, Mas. Saya ingin sekali main ke
tetangga sendiri, beli sesuatu ke waning sendiri, bahkan juga ke sekolah
sendiri. Bukannya saya tidak mau dibantu. Saya ingin belajar mandiri, Mas. Tak
mungkin orang tua kita bersama kita terus, Mas. Padahal tongkat itu sangat
membantu saya. Tapi orang tua belum bisa memahami itu.
33. Andi:
Ris, kemarin kakakku yang sopir angkot itu
pulang ke rumah sambil masih terus menggerutu.
34. Satrio:
35. Andi:
Bisa diam nggak Yo ?!
36. Satrio:
Bisaaaa!
( Suara Ana dari luar memanggil Satrio)
37. Ana:
Satrio ! Dimana kamu ?!
Bagian I - Rumah
Rindu
1
i
38. Satrio:
Di sini, Mbak !
39. Audi:
40. Satrio:
Tahu. Tanya saja ke Mbak Ana nanti. Seingatku
HP yang kemarin saya sembunyikan sudah saya kembalikan, hari ini pun saya belum
missed call Mbak Ana. Ingin di missed call kali ya.
41. Andi:
Dasar Satrio. Awas nanti kalau kamu jahil
pada Mbak Ana. Mbak ! Satrio di sini!
(Mbak Ana masuk sambil mencari Satrio)
42. Ana
:
Mana Satrio ?
43. Satrio:
Di sini, Mbak.
44. Riski:
Iya, sejak pagi marah terus.
45. Ana
:
Diam kamu, Ris. Anak kecil tahu apa ?
46. Satrio :
(Tertawa terbahak-bahak) Nah, kena kau Ris.
47. Sofyan:
48. Ana
:
Tadi yang duduk di sebelah saya ketika makan
siang kamu
49. Satrio :
Benar, ada apa ?
50. Ana
:
Tahu goreng saya mana ?
51. Satrio:
Tahu goreng ? tahu goreng yang mana ?
52. Ana
:
Ya yang di piring saya. Kata Pak Indra kita
semua dapat tahu goreng, kenapa saya tidak menemukannya dipiring saya ?
53. Satrio :
( Sambil mondar-mandir jengkel) Tahu goreng !
tahu goreng ! tahu goreng ! Dasar Pak Indra ! Mbak, Tanya sama Mas Sofyan itu,
Mas kita dapat tahu goreng tidak makan siang tadi ?
Bagian 1 - Rumah
Rindu
54. Ana
:
Jadi ?
55. Sofyan:
Memang tidak ada tahu goreng di piling kita
Mbak.
56. Andi:
57. Ana:
Tidak ada apa-apa kok, Ndi. Jadi memang tak
ada tahu goreng tadi ? ( Kemudian duduk termenung).
58. Andi:
Dasar guru dan muridnya sama. Suka jahil pada
orang lain.
59. Sofyan:
Kalau memang ada masalah, ceritakan saja
Mbak. Paling tidak itu bisa meringankan pikiran Mbak Ana.
60. Ana
:
Tidak, Yan. Tidak ada apa-apa kok.
61. Sofyan:
Ya sudah. Tunggu saja Bu Ros. Insya Allah
beliau bisa membantu.
62. Ana
:
Ya,Yan.
(Terdengar suara tongkat agak keras dari
luar)
63. Satrio:
Nah itu Bu Ros datang. (Berdiri) Gawat.
Masalah lagi nih.
64. Riski :
65. Satrio:
Kamu ini. Sudah berapa lama kenal Bu Ros.
Dengar, ya. Kalau suara tongkat Bu Ros seperti itu berarti sedang ada masalah.
Biasanya Bu Ros sedang jengkel.
66. Riski:
Paling juga kamu lagi, Yo.
67. Satrio :
Tidak mungkin. Seharian ini saya belum
bertemu dengan Bu Ros.
68. Riski:
Sudah berapa kali kamu missed call Bu Ros
hari ini.
Belgian 1 - Rumah
Rindit
69.Satrio:
Riski ! Kalau saya missed call, Bu Ros juga
tidak akan tahu dari siapa itu.
70. Sofyan:
Makanya, berubahlah Yo. Mulailah bisa
memahami perasaan orang lain. Lebih baik jika tenaga untuk isengmu itu kamu
ganti dengan sesuatu yang bermanfaat.
71. Satrio:
Iya, Mas. Bagaimana caranya ? Saya sudah
mencoba, lihatlah hasilnya. Seharian ini saya sudah tidak missed call ke siapa
pun, tapi tetap saja jadi tertuduh terus. Missed call, Satrio. Tahu goreng
hilang, Satrio. Bahkan suara tongkat Bu Ros, Satrio juga. Kapan saya bisa, Mas
?
72. Sofyan:
Istighfarlah Yo. Semuanya perlu waktu. Itulah
sebabnya kenapa Allah sangat menyukai orang-orang yang sabar. Selama ini orang
banyak yang salah paham. Mereka menyamakan antara sabar dengan nrimo ing
pandum, diam, menunggu dan hanya menerima apa saja yang ditimpakan pada
dirinya. Bukan, bukan itu, Yo.
73. Satrio :
Bagaimana, Mas ?
74. Sofyan:
Was ta’inu bish shobri wash shollat. Jadi
sabar adalah satu sikap mental yang dinamis, yang seialu berusaha mengarah kepada
yang haq. Makanya oleh Allah digabungkan dengan sholat, karena sholat itulah
wujud sebuah kesabaran dalam beraktivitas. Sabar dan sholat itulah wasilah kita
untuk seialu lebih dekat kepada Allah.
( Suara salam dari Bu Ros dengan nada yang
agak tinggi)
75. Bu Ros:
Assalamu’ alaikum.
76. Semua
:
Wa ’alaikum salam.
77. Satrio:
Benarkan.
78. Bu Ros:
Apanya yang benar, Yo ?
79. Satrio:
Tidak, Bu. Tidak apa-apa kok. Capek ya, Bu.
Bu Ros darimana ?
80. Bu Ros:
Dari dinas, Yo. Mengurus Nomor Induk Siswa
Nasional milik kamu itu.
81. Satrio
:
Sudah keluar, Bu ?
Bagian 1 - Rumah
Rindu
L
I
82. Bu
Ros:
Belum.
83. Satrio:
Yaaaah, belum. Kenapa katanya, Bu ?
84. Bu
Ros:
Tahu, Yo. Katanya, yang biasa mengurusi
sedang sakit.
85. Satrio:
Sabar ya, Bu. Kata mas Sofyan kita haras
tetap berusaha,itulah kesabaran yang benar.
86. Bu
Ros :
Kamu jadi lebih pintar sekarangYo. Mimpi apa
kamu semalam ?
87. Satrio:
Mimpi makan tahu gorengnya Mbak Ana.
88. Ana :
Satrio ! Awas kamu. Kalau sampai cerita ke Bu
Ros, awas kamu.
89.BuRos:
90. Satrio
:
Iya, Bu. Sejak tadi pagi Mbak Ana
uring-uringan teras. Saya yang jadi korban.
91. Riski:
Syukur, Yo. Hati-hati Idhul adha sebentar
lagi.
92. Satrio :
Dasar si pemakan daging.
93. Bu
Ros :
Jaga lisanmu, Yo. Mbak Ana mau cerita pada
Ibu ?
94. Satrio:
95. Ana
:
(Menengadahkan wajah ke atas, berusaha agar
air matanya tak keluar) Iya, Bu.
96. Bu
Ros:
Ayo, ke ruang sebelah. ( Menggandeng Mbak Ana
dan menuntunnya ke raang sebelah )*. Duduk di sini Mbak Ana. ( Mendudukkan Mbak
Ana di kursi yang ada. Kemudian ia sendiri duduk di sebelah Mbak Ana).
Ceritalah, Mbak.
97. Ana
:
( Hanya bisa menumpahkan air mata di bahu Bu
Ros. Setelah agak reda) Bu, apa karena kita tunanetra, kita tidak bisa mengurus
anak ? Dan selalu haras merepotkan orang tua kita ? Kita bisa
Bagian 1 - Rumah
Hindu
98. Bu Ros:
Bisa, Mbak. Insya Allah bisa.
99. Ana :
Apakah ketunanetraan dijadikan ukuran untuk
bisa tidaknya Kita menikah, punya suami dan kemudian diamanabi anak ?
100. Bu Ros:
Kata Rasulullah, kalau kita ingin selamat
yang hams kita jadikan ukuran adalah diennya, Mbak Ana. Walau kita tunanetra,
selama yang kita jadikan ukuran adalah ukuran dari Allah, insya Allah kita akan
mampu mengemban amanah itu.
101. Ana:
Kenapa orang sulit mempercayai hal itu ?
102. Bu Ros :
Mulailah dari did kita dahulu, Mbak. Jika
kita sendiri sudah yakin akan hal itu, orang lain pun akan mudah menerimanya.
103. Ana :
Saya ingin sekali bisa menjadi seperti yang
Bu Ros ajarkan. Saya ingin menjadi seorang istri yang sholehah. Saya ingin
suami saya kelak bisa bersabar dan bersyukur Bahwa istrinya adalah saya. Saya
ingin anak-anak kami kelak bangga bahwa ibunya adalah saya.
104. Bu Ros:
Subhanallah alhamdulillah, satu keinginan
yang disukai Allah. Berusahalah, Mbak, jangan perneh menyerah. Jangan hiraukan
suara-suara yang merintangi jalan kita, Mbak.
105. Ana :
Ya, Bu, insya Allah. Ya Allah, berilah
hamba-Mu ini kepandaian, kekuatan dan kemampuan untuk selalu memenuhi
amanah-amanah-Mu.
106. Bu Ros:
Amin. Sudah, Mbak Ana ? Ayo kita ke depan.
(Mereka kembali ke depan )*
107. Bu Ros
:
Yo. Besok kalau ke dinas lagi kamu ikut ya.
108Satrio :
Boleh, Bu. Syukur-syukur jika berangkatnya
sepulang saya sekolah ya Bu.
109. Bu Ros:
Kalau jam segitu, mudah-mudahan masih ada
orang Yo. Tapi kalau toh sudah tidak ada paling tidak masih ada kamu. Disana
ada orang atau tidak, tidak ada bedanya untuk kita yang tunanetra ini.
110. Satrio:
Maksud Bu Ros ?
Bagian 1 - Rumah
Rindu
lll.BuRos:
Hari ini adalah pertama kalinya saya kesana
sendirian. Biasanya ada yang menemani. Ini adalah satu pengalaman yang akan
membuat kita semakin kuat untuk mengkampanyekan ke masyarakat bahwa kita itu
ada. Dan mengedukasi masyarakat bagaimana cara mereka bersikap terhadap
tunanetra.
112. Satrio:
Bagaimana Bu ?
113. BuRos:
Paling tidak kita tahu sekarang bahwa banyak
pegawai di dinas itu yang punya bakat terpendam jadi tukang parker. Tapi perlu
pelatihan yang bagus lagi, karena saya sudah menabrak lebih dari sepuluh meja.
114. Satrio:
Jadi ? ( Tertawa dan kemudian mencoba
menirukan )
( Semuanya pun tertawa. Semangat pembanian
muncul diwajah mereka)
Bagian I - Rumah Rindn
Bagian 2 - Rum ah Pacu
Pucuk-pucuk yang berebut sinar mentari
01. Bu Ros:
Ris ayo hafalanmu mana ?
02. Riski:
Ya Bu. (Melantunkan QS Ali Imran ayat 110
dengan lancar)
03. Bu Ros:
Bagus, Ris. KamuAndi!
04. Andi:
Baik Bu. ( Sama seperti Riski, lancar )
05. Bu Ros:
Bagus. Sekarang kamu Yan !
06. Sofyan:
Ya Bu. (Lancar juga)
07. Bu Ros:
Sekarang baca terjemahannya, Ndi.
08. Andi:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah, sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik
bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik.
09. Bu Ros:
Selama ini kita ummat Islam terlena dengan
ayat-ayat ini. Ayat ini hanya dipahami sebatas satu pernyataan dari Allah.
10. Sofyan:
Bukankah memang demikian, Bu. Dalam ayat ini
Allah menyatakan bahwa kita adalah ummat yang terbaik. Dan memiliki tugas untuk
mengajak ke yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran.
11. Bu Ros:
Benar itu. Tetapi jika hanya dipahami sebatas
itu kita akan kehilangan semangat untuk meju. Lihatlah kondisi ummat Islam
sekarang. Benarkah memang ummat yang terbaik ? Bisa tidak mengajak kepada yang
ma’ruf dan mencegah kemungkaran ?
12. Sofyan:
Semestinya bagaimana, Bu ?
13. Bu Ros:
Semestinya ayat ini kita pahami sebagai
sebuah perintah dari Allah. Kita harus menjadi ummat yang terbaik, karena hal
ini adalah syarat mutlak untuk bisa melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan
benar. Ingat, sebelum menjadi seorang rasul, apa gelar Muhammad ?
Bagian 2 - Rumah
Pacu
14. Riski:
Al Amin.
15. Andi:
Benar, Bu. ( Mencoba menenangkan diri) Kita
memang diperintahkan Allah untuk menjadi yang terbaik. ( Kepada Sofyan ) Mas,
ingat ayat yang kemarin ? Surat Ali Imran ayat 30 ? Qul inkumtum tuhibbunallah
fattabi’uni. Sulit untuk bisa mengamalkan ayat ini jika kita belum bisa menjadi
yang terbaik. Katakanlah jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku.
16. Sofyan:
Ya, Ndi. Orang-orang yang paling mulia di
sisi Allah adalah mereka yang terbaik, mereka yang paling bertaqwa.
17. Bu Ros:
Subhanallah wal hamdulillah wa laa illaha
ilallahu Allahu akbar. Kesadaran seperti ini haras dimunculkan dalam diri
setiap orang yang mengaku dirinya orang Islam. Jadilah yang terbaik di setiap
bidang keahlian masing-masing. Dengan demikian kita bisa menjadi rujukan di
bidang itu. Dan kita pun bisa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Arti dari
mencintai Allah adalah kita ingin dekat kepada-Nya. Artinya kita ingin menjadi
orang-orang yang mulia. Dengan menjadi yang terbaik, barulah kita bisa
mengatakan fattabi’uni, ikutilah aku.
18. Riski:
Apakah haras menjadi yang terbaik dulu baru
kemudian bisa mengamalkan ayat itu ?
19. Bu Ros:
Bersyukurlah kita, karena Allah menilai kita
dalam berproses kea rah
( Keceriaan menyambut ramadhan menyelimuti
panggung yang terbagi menjadi tiga bagian. Sofyan dan Riski di sebelah kanan
panggung asyik dengan belajar melantunkan ayat-ayat qur’an dengan benar. Bu Ros
dan Ana di tengah panggung memegang setrika dan baju sambil membayangkan
menjadi istri dan ibu yang sholihah. Andi dan Satrio di kiri panggung riuh
dengan laptopnya)
20. Sofyan:
Ris, saya dulu yang baca ya. Kamu perhatikan
dan kemudian tirukan.
21. Riski:
Baik, Mas.
22. Sofyan:
(Melantunkan
( Riski mulai menirukan dan beberapa kali
dibetulkan oleh Sofyan. Dan akhirnya riang dengan hasil yang dicapai)
23. RisM :
Alhamdulillah ya Allah.
24. Sofyan:
Allahu akbar.
Bagian 2 - Riimah
Pacu
1
(Bu Ros dan Ana beradu cepat menjadi yang
mereka bayangkan)
25. Ana:
Kalau sampai tangan kita menyentuh bagian
yang panas dari setrika ini bagaimana Bu ? Sakit tidak?
26. Bu Ros:
Anggap saja itu harga yang haras kita bayar,
Mbak. Panasnya setrika ini tidak akan pernah dihiraukan oleh seorang istri dan
ibu yang sholehah. Sama seperti para suami yang tak pemah menghiraukan teriknya
matahri dalam menjemput risqi dari Allah.
27. Ana
:
Suhhanallah, indah sekali Bu.
28. Bu Ros:
Benar, Mbak. Kata Allah kita haras focus pada
akhir yang baik. Walal akhiratu khoira laka minal ula atau wa bil akhiratu hum
yuqinuyn. Dengan demikian kita akan terus semangat untuk menuju Allah. Sebelah
sini Mbak yang dipegang. Nah, bagian ini yang akan kita setrika. Pegang, Mbak.
Kita geser seprti ini agar permukaan baju ini jadi licin. Hati-hati.
( Satrio dan Andi)
29. Andi:
Windos M dulu Yo untuk masuk ke desktop. (
Satrio mengikuti instruksi Andi) Pakai tekan huruf D, itu huraf depan digital
qur’an agar kita cepat menemukannya. Ketemu
30. Satrio:
31. Andi:
Bagus, cari sekarang ! Jalankan !
(Terdengar suara merdu al Ghomidi melantunkan
Bagian 2 - Rumah
Pacu
Bagian 3 - Rumah Cahaya
Buncahan kerinduan Rasulullah dan pera
sahabat akan baitullah ketika hudibiyah.
(Lantunan lembut Al Qur’an
01. Ana:
Apakah ketika di surga nanti kita juga
tunanetra seperti sekarang ?
02. Sofyan
:
Bukankah kita akan bisa melihat wajah Allah ?
03. Ana:
Astaghfirullah, ampunilah keraguan ini ya
Allah.
04. Sofyan:
Bersyukurlah Mbak Ana, kita masih diberi kesadaran
dan kemampuan untuk selalu mendekati keridhoan-Nya. Banyak dari kita yang
terlena dengan sesuatu yang belum pasti.
05. Riski:
Maksud Mas Sofyan ?
06. Sofyan:
Banyak yang berkeyakinan bahwa sebelum masuk
surga mereka akan dicuci dulu dineraka untuk membalasi dosa-dosa yang telah
dilakukannya di dunia ini.
07. Riski:
Bukankah memang demikian yang kita dengar Mas
?
08. Sofyan:
Tidak salah Ris. Hanya saja akibat dari
pemahaman yang kurang tepat, akhirnya membuat orang jadi lebih ringan untuk melakukan
satu kesalahan. Karena mereka beranggapan toh selama mereka masih mengaku Islam
akhirnya masuk surga juga, walau entah kapan.
09. Riski:
Begitu ya Mas ? Apakah ketika di neraka juga
tunanetra Mas ?
10. Satrio:
Ya Allah ampunilah keluguan saudaraku yang
satu ini. Begini saja Mas, pemahaman itu mulai sekarang kita balik.
11. Sofyan:
Dibalik bagaimana, Yo ?
12. Satrio:
Amal baiknya dibalasi dulu di surga, baru
kemudian dilempar ke neraka untuk mempertanggungjawabkan dosa-dosanya. Jadi
masuk nerakanya belakangan dan selamalamanya di
13. Ana:
Alhamdulillah ya Allah, ridhoilah kecerdasan
saudaraku ini, hingga tahu goreng saya selalu utuh.
Bagian 3 - Rumah Cahaya
14. Satrio:
Tahu goreng tahu goreng tahu goreng ! Ya
Allah ya Rabby, jadikanlah saudariku yang satu ini seorang istri yang sholihah,
hingga Hingga apa ya Ris ?
15. Riski:
Hingga ?
16. Satrio:
Lah, Riski. Ya Allah ya Rabby, cepatkanlah
saudaraku yang lambat ini.
17. Riski:
Cepat ? Lambat ? Bagaimana Yo ?
18. Satrio:
Mas Sofyan tolong dong, please.
19. Sofyan:
Begini Ris, ketika kamu makan harus lebih
cepat lagi, hingga tahu gorengmu tak akan hilang.
20. Satrio :
Mas Sofyan!
21. Sofyan:
Ya Allah ya Rabby, pandaikanlah kami dalam
memahami ayat-ayt-Mu, hingga saudaraku yang satu ini menjadi jauh lebih cerdas
lagi.
22. Satrio:
Maksud Mas Sofyan ?
23. Sofyan:
Coba kamu panggil Mas Andi Yo, dia yang bisa
memberikan penjelasan yang lebih mudah kamu pahami.
24. Satrio:
Mas Andi! Kemarilah ! Kami butuh bantuanmu !
( Andi masuk)
25. Andi:
26. Satrio:
Sim, Mas. (Menggandeng Andi dan
mendudukkannya)
27. Andi:
Apa Yo ? Biasanya kalau kau baik hati seperti
ini pasti ada maunya.
28. Satrio:
Ya Allah, aku tetap akan ikhlas karena-Mu.
29. Sofyan:
Ndi, coba kamu jelaskan pada Satrio tentang
kakakmu yang pulang menggerutu kemarin.
Bagian 3 - Rumah Cahaya
30. Satrio:
( Setelah menunggu agak lama ) Ya, Mas,
maafkan saya. Saya tak akan komentar negative lagi. Saya akan perhatikan dengan
seksama. Benar.
31. Andi:
Janji, Yo.
32. Satrio:
Janji.
33. Andi:
Beberapa hari yang lalu kakak pulang ke ramah
dengan ngedumel. Selepas isya’ waktu itu.
34. Satrio:
O, begitu. (Manggut-manggut, kemudian) Mas
Sofyan, apa hubungannya dengan kecerdasan saya?
35. Sofyan:
Pertanyaanmu itu sudah mewakilijawabannya,
Yo.
36. Satrio :
Jadi saya ini tidak cerdas, begitu ? Lha
kalau saya tidak cerdas, bagaimana dengan yang lain ? Penghinaan ini namanya.
Ris, apa kamu tidak tersinggung dikatakan begitu ?
37. Riski:
Kalau yang ngomong begitu kamu ya tidak
apa-apa, Yo.
38. Satrio:
Dasar, Riski. Pokoknya saya tidak terima !
(BuRosmasuk)
39.BuRos:
Tidak terima apa, Yo ?
40. Satrio:
Bu Ros. Ini Bu, saya dikatakan tidak cerdas
oleh mereka. Padahal hanya untuk main catur saja, mereka tidak ada yang menang
lawan saya. Ini yang saya tidak terima.
41. Bu
Ros:
Begitu, Yan ?
42. Sofyan:
Satrio yang mudah panas hati, Bu. Kita belum
selesai menjelaskan, Satrio sudah marah duluan. Tidak ada satu kata pun dari
kita yang mengatakan Satrio tidak cerdas. ( Mulai menggoda Satrio ) Hanya
43. Satrio:
Kurang cerdas. Begitu
Bagian 3 - Rumah
Cahaya
44. Bu Ros:
45. Sofyan :
Kita akan mengatakan kepada Satrio tentang
ulul albab, orang-orang yang berakal, Bu. Hingga dia tidak lagi menggunakan
kecerdasannya untuk menjahili orang lain. Menggunakan dengan semestinya.
(Kepada Andi) Ndi, kamu yang temskan.
46. Andi:
Benar, Bu. barn intronya saja Satrio sudah
marah. Beberapa hari yang lalu kakakku hampir saja menabrak pengendara sepeda
motor yang tidak pakai lampu. Padahal aturannya di siang hari pun lampu sepeda
motor hams dinyalakan. Dari sini yang sebenamya ingin kita jelaskan kepada
Satrio, Bu.
47. Bu Ros:
Begitu?
48. Andi:
Kita hams bisa menangkap apa yang tersirat
dari peristiwa-peristiwa yang kita alami dan kemudian kita kaitkan dengan
proses pengabdian kita kepada Allah. Kalau kita bisa seperti ini barulah kita
menjadi seorang yang ulul albab. Karena hanya mereka yang ulul albablah yang
mampu memahami ayat-ayat Allah, sebagaimana disebutkan di
49. Bu Ros:
Yo, coba kamu cari di laptopmu itu.
50. Satrio:
Baik, Bu. ( Satrio membuka Al qur’an digital
di laptopnya dan mencari
51. Bu Ros:
Kalian benar. Di dalam Al qur’an ini ada
ayat-ayat yang muhkamaat dan juga ada ayat-ayat yang mutashaabihaat. Dan memang
mereka yang ulul albab sajalah yang mampu mengambil pelaharan dari keduanya
dengan haq. Bisa juga dipahami bahwa pada awalnya ayat-ayat Al qur’an adalah
mutasyaabihaat dan kemudian setelah dijelaskan oleh Rasulullah barulah menjadi
muhkamaat. Andi, orang seprti apakah yang disebut ulul albab itu ?
52. Andi:
Seperti yang disebutkan oleh Allah di
53. Sofyan:
(Mencari Al qur’an Braile di rak belakang.
Kemudian membacakannya)
54. Andi:
Kamu, Yo. Coba cari terjemahannya pakai Al
qur’an in word.
55. Satrio :
Ya, Mas. (Mencarinya di laptop, kemudian
membacanya).
Bagian 3 - Rumah Cahaya
56. Andi:
Menurut ayat tadi mereka yang dapat
digolongkan sebagai seorang yang ulul albab harus memenuhi beberapa criteria,
Bu. Yang pertama, adalah mereka yang memenuhi janji .Allah dan tidak merusak
perjanjian itu. Kriteria yang pertama ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya
semua orang mempunyai peluang menjadi seorang yang ulul albab. Karena tak ada
seorang pun yang bisa melepaskan diri dari janji Allah, Allah adalah Yang Maha
Penepat Janji.
57. Bu Ros:
Tepat sekali, Ndi. Coba kita perhatikan lagi
ayat tersebut. Di
58. Andi:
Benar, Bu. Janji Allah adalah ketika malam
hari yang gelap, pengendara motor agar ia tidak membahayakan diri sendiri dan
orang lain, ia harus menyalakan lampu. Jadi ketika ia tidak menyalakan lampu
dan ia ingin tidak membahayakan orang lain ataupun dirinya sendiri, itu namanya
merusak janji Allah. Artinya criteria pertama seorang ulul albab adalah mereka
yang patuh pada aturan-aturan Allah.
59. Bu Ros:
Alhamdulillah ya Robby. Beningkanlah hati
kami untuk menrima kebenaran-Mu. Yang kedua, Ndi ?
60. Andi:
Yang kedua adalah mereka yang menghubungkan
apa-apa yang Allah perintahkan untuk dihubungkan dan mereka yagn takut kepada
Robbnya serta takut akan hisab yang buruk.
61. Bu Ros:
Bagaimana maksudnya, Ndi ?
62. Andi:
Salah satu hal yang dimaksud oleh Allah
menghubungkan disini adalah menghubungkan tali silaturrahim. Jadi ketika kita
membahayakan orang lain, itu bisa merusak silaturrahim ini. Sama dengan Satrio
dengan keisengannya akan mengganggu silaturrahim ini.
63. Bu Ros:
Subhanallah, jadikanlah kami orang-orang yang
selalu menjadi perekat silaturrahim, ya Allah. Dan jadikanlah diri ini hanya
takut kepada-Mu. Kemudian yang selanjutnya, Ndi ?
64. Andi:
Kreteria selanjutnya adalah mereka yang
memiliki sikap mental yang dinamis dan tangguh, melakukan aktivitas yang
mengarah kepada kedekatan kepada Allah dan selalu berpijak pada hal yang haq.
65. Bu Ros:
Astaghfirullahu ya Ghofur, Jika yang
dikatakan oleh Andi itu kita praktekkan, kita akan menjadi manusia yang selalu
dalam tarbiyah Allah.
66. Sofyan:
Seperti dalam
(Mereka pun mendendangkan Kota Santri)
Bagian 3 - Rumah
Cahaya
Komentar
Posting Komentar