Lesatan Cahaya

Ketunanetraan bukanlah akhir dari segala-galanya

Ketunanetraan bukanlah cakrawala batas ruang untuk berkarya

 

Ketunanetraan adalah amanah untuk tetap menghamba pada-Nya

Ketunanetraan adalah nikmat penghantar pembuka pintu surga

Ketunanetraan adalah pahala

 

Semangat kami bak lesatan cahaya di ruang hampa

 

Semarang, 7 Ramadhon- 7 Syawal 1429

Abulala

( cita-cita yang tak mungkin padam)


Bagian 1 - Rumah Rindu

 

Awal kerinduan akanjannah yang mulai menepi

 

( Kicauan burung meningkahi suara Sofyan yang mencoba menghafalkan surat Ali Imran ayat 110, Andi memandangnya dengan penuh kerinduan)

 

01. Andi:

 

Ya Rabbi, apakah lekukan hijaiyah-Mu juga akan tercerabut dari diri ini ?

 

02. Sofyan:

 

Bersyukurlah, Ndi, atas ketunanetraan yang telah Allah amanahkan kepadamu.

 

03. Andi:

 

Untuk yang lain insya Allah saya bisa, Mas. Tapi yang satu ini ? ( Mencoba mengendalikan diri ) Tidak, aku harus bisa ! Insya Allah bisa ! ( Mencoba lagi membaca lembaran arab Braille yang ia pegang , tetap belum bisa) Astaghfirullah ! Allahu akbar ! ( Meletakkan lembaran arab Braille itu dan kerinduan yang meluapkan air mata yang tak mungkin ia bendung lagi)

 

04. Sofyan:

 

( Mendekati Andi dan mencoba menghibur ) Allah selalu memberikan jalan, Ndi. Bukankah Allah mengatakan hma ma’al usri yusron, sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Awalnya, saya pun kesulitan untuk membaca Al qur’an dalam Braille ini, Ndi. Lama, Ndi. Bukan sesuatu yang mudah untuk mereka yang tunanetranya baru seperti kamu itu, Ndi.

 

05. Andi:

 

Ya, Mas. Inna ma’al usri yusron, bersama kesulitan pasti ada kemudahan, insya Allah ( Mencoba lagi). Ya Allah, pandikanlah hamba untuk membaca ayat-ayat qauliyah-Mu ini. ( Mencoba membaca dan hanya terdiam)

 

06. Sofyan:

 

( Setelah menanti suara yang tak kunjung muncul ) Coba, Ndi, saya Bantu. ( Mengambil lembaran arab Braille dari tangan Andi). Ini catatan yang kemarin dari Pak ustadz ya ?

 

07. Andi:

 

Benar, Mas. Itu saya pinjam dari Bu Ros.

 

08. Sofyan:

 

(Membaca lembaran arab braile itu) Qul inkumtum tuhibbunallah fattabi’uni

 

09. Andi:

 

Allahu akbar ! ( Ledakan air mata yang membersihkan hati ). Mas Sofyan pahamkan apa yang dijelaskan oleh Ustadz kemarin ? Lihatlah saya, Mas. Apakah pantas orang seperti sya memenuhi perintah Allah itu ? Lihatlah ! ( Mengambil lembaran arab Braile dari tangan Sofyan ) untuk membaca arab Braile seperti ini saja, sampai sekarang saya belum bisa. Bagaimana cara saya untuk mengamalkan ayat itu ?Dengan kondisi seperti ini, saya tak akan sanggup untuk mengatakan itu, Mas. ( menggumam Lirih ) Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku. Saya tak sanggup, Mas.

 

dan I - Rumah Rindu


10. Sofyan:

 

( Air mata pun tercurah, mencoba bertahan semampunya ) Yang hams kita ingat Ndi, ketunanetraan kita ini juga amanah dari Allah. Agar kita tetap bisa menghamba pada-Nya dengan haq. Bukankah Al qur’an ini ditunmkan agar kita bisa mengambilnya sebagai tuntunan hidup ? Dan Allah pun tak akan mendholimi kita dengan menmerintahkan kepada kita sesuatu yang takmungkin kita kerjakan ?

 

11. Andi:

 

Benar, Mas.

 

(Keduanya terdiam dan menangis dengan kerinduan yang dalam) (Satrio masuk dan memperhatikan keduanya dan)

 

12. Satrio:

 

Lah, nangis lagi. Mbok ya jangan cengeng. Laki-laki kok nangisan. ( Tak ada respon dari keduanya ) E, lha kok dicuekin. Sudah berhenti nangisnya. Sudah runanetra nangisan lagi. Malu sama Allah !

 

13. Sofyan:

 

Diam kamu, Yo !

 

14. Satrio:

 

Ya, saya diam.

 

(Riski masuk mencari Sofyan)

 

15.Riski:

 

Mas, Mas Sofyan dimana ?

 

16. Sofyan:

 

Di sini, Ris. Ada apa ?

 

17. Riski:

 

Mas Sofyan masih punya tongkat berapa ?

 

18. Sofyan:

 

Masih tiga, Ris. Ada yang butuh tongkat lagi, Ris ?

 

19. Riski:

 

Ya, Mas, ada.

 

20. Sofyan:

 

Siapa Ris ?

 

21. Riski:

 

Saya, Mas.

 

22. Satrio :

 

Lah ! Kamu lagi, Ris ?Kamu sudah habis berapa tongkat Ris ? Dari Bu Ros, dari Mas Andi, dari Mbak Ana. Kamu apakan Ris semua tongkat itu ? Kamu makan ?

 

23. Riski:

 

Jangan begitu Yo.

 

Bagian I - Rumah Hindu


24. Andi:

 

Masih sama seperti yang dulu ya, Ris ?

 

25. Riski:

 

Benar, Mas. Disembunyikan lagi oleh Bapak.

 

26. Satrio:

 

Bapakmu itu perlu ditatar kok Ris. Bagus anaknya mau pakai tdngkat. Lha kok malah disembunyikan teras. Masih malu ya, Ris, kalau anaknya tunanetra ?

 

27. Andi:

 

Sudah, Yo, diamlah !

 

28. Satrio:

 

Ya ya saya diam.

 

29. Sofyan:

 

Kita hams bisa memahami sikap orang tua kita, Ris. Saya yakin, sebenarnya orang tuamu sangat sayang padamu, Ris. Sehingga mereka tak akan pernah membiarkan siapa pun menyakitimu. Bukan karena malu, Ris. Jadi beliau mengambil tongkatmu itu bukan lantaran beliau malu, bukan Ris. Tetapi beliau tidak ingin kamu jadi bahan olok-olokan teman-teman mainmu di rumah.

 

30. Riski:

 

Ya, Mas. Saya sadar akan hal itu. Saya tak akan sanggup untuk marah kepada orang tua. Hanya karena sudut pandang kita dengan orang tua kita yang berbeda. Saya yakin Bapak dan Ibu tak pernah berfikir untuk kebaikan mereka, pasti ini semua untuk kebaikan saya. Agar saya tidak diolok-olok karena ketunanetraan saya.

 

31. Sofyan:

 

Subhanallah, bagus, Ris.

 

32. Riski:

 

Sebenarnya, Mas. Saya ingin sekali main ke tetangga sendiri, beli sesuatu ke waning sendiri, bahkan juga ke sekolah sendiri. Bukannya saya tidak mau dibantu. Saya ingin belajar mandiri, Mas. Tak mungkin orang tua kita bersama kita terus, Mas. Padahal tongkat itu sangat membantu saya. Tapi orang tua belum bisa memahami itu.

 

33. Andi:

 

Ris, kemarin kakakku yang sopir angkot itu pulang ke rumah sambil masih terus menggerutu.

 

34. Satrio:

 

Kan sudah biasanya begitu, Mas.

 

35. Andi:

 

Bisa diam nggak Yo ?!

 

36. Satrio:

 

Bisaaaa!

 

( Suara Ana dari luar memanggil Satrio)

 

37. Ana:

 

Satrio ! Dimana kamu ?!

 

Bagian I - Rumah Rindu


1

 

i

 

38. Satrio:

 

Di sini, Mbak ! Ada apa ?

 

39. Audi:

 

Ada apa lagi denganmu, Yo ?

 

40. Satrio:

 

Tahu. Tanya saja ke Mbak Ana nanti. Seingatku HP yang kemarin saya sembunyikan sudah saya kembalikan, hari ini pun saya belum missed call Mbak Ana. Ingin di missed call kali ya.

 

41. Andi:

 

Dasar Satrio. Awas nanti kalau kamu jahil pada Mbak Ana. Mbak ! Satrio di sini! Ada apa ?

 

(Mbak Ana masuk sambil mencari Satrio)

 

42. Ana :

 

Mana Satrio ?

 

43. Satrio:

 

Di sini, Mbak. Ada apa ? Sejak pagi uring-uringan melulu.

 

44. Riski:

 

Iya, sejak pagi marah terus. Ada masalah apa, Mbak ?

 

45. Ana :

 

Diam kamu, Ris. Anak kecil tahu apa ?

 

46. Satrio :

 

(Tertawa terbahak-bahak) Nah, kena kau Ris.

 

47. Sofyan:

 

Ada apa, Mbak Ana ?

 

48. Ana :

 

Tadi yang duduk di sebelah saya ketika makan siang kamu kan Yo ?

 

49. Satrio :

 

Benar, ada apa ?

 

50. Ana :

 

Tahu goreng saya mana ?

 

51. Satrio:

 

Tahu goreng ? tahu goreng yang mana ?

 

52. Ana :

 

Ya yang di piring saya. Kata Pak Indra kita semua dapat tahu goreng, kenapa saya tidak menemukannya dipiring saya ?

 

53. Satrio :

 

( Sambil mondar-mandir jengkel) Tahu goreng ! tahu goreng ! tahu goreng ! Dasar Pak Indra ! Mbak, Tanya sama Mas Sofyan itu, Mas kita dapat tahu goreng tidak makan siang tadi ?

 

Bagian 1 - Rumah Rindu


54. Ana :

 

Jadi ?

 

55. Sofyan:

 

Memang tidak ada tahu goreng di piling kita Mbak.

 

56. Andi:

 

Ada apa sich Mbak ? Apa yang bisa saya bantu ?

 

57. Ana:

 

Tidak ada apa-apa kok, Ndi. Jadi memang tak ada tahu goreng tadi ? ( Kemudian duduk termenung).

 

58. Andi:

 

Dasar guru dan muridnya sama. Suka jahil pada orang lain.

 

59. Sofyan:

 

Kalau memang ada masalah, ceritakan saja Mbak. Paling tidak itu bisa meringankan pikiran Mbak Ana.

 

60. Ana :

 

Tidak, Yan. Tidak ada apa-apa kok.

 

61. Sofyan:

 

Ya sudah. Tunggu saja Bu Ros. Insya Allah beliau bisa membantu.

 

62. Ana :

 

Ya,Yan.

 

(Terdengar suara tongkat agak keras dari luar)

 

63. Satrio:

 

Nah itu Bu Ros datang. (Berdiri) Gawat. Masalah lagi nih.

 

64. Riski :

 

Ada apa, Yo ?

 

65. Satrio:

 

Kamu ini. Sudah berapa lama kenal Bu Ros. Dengar, ya. Kalau suara tongkat Bu Ros seperti itu berarti sedang ada masalah. Biasanya Bu Ros sedang jengkel.

 

66. Riski:

 

Paling juga kamu lagi, Yo.

 

67. Satrio :

 

Tidak mungkin. Seharian ini saya belum bertemu dengan Bu Ros.

 

68. Riski:

 

Sudah berapa kali kamu missed call Bu Ros hari ini.

 

Belgian 1 - Rumah Rindit


69.Satrio:

 

Riski ! Kalau saya missed call, Bu Ros juga tidak akan tahu dari siapa itu. Kan saya sembunyikan nomor saya. Belum, hari ini saya belum missed call siapa pun ! Ya Rabbi, kenapa hari ini saya jadi tertuduh terus ?

 

70. Sofyan:

 

Makanya, berubahlah Yo. Mulailah bisa memahami perasaan orang lain. Lebih baik jika tenaga untuk isengmu itu kamu ganti dengan sesuatu yang bermanfaat.

 

71. Satrio:

 

Iya, Mas. Bagaimana caranya ? Saya sudah mencoba, lihatlah hasilnya. Seharian ini saya sudah tidak missed call ke siapa pun, tapi tetap saja jadi tertuduh terus. Missed call, Satrio. Tahu goreng hilang, Satrio. Bahkan suara tongkat Bu Ros, Satrio juga. Kapan saya bisa, Mas ?

 

72. Sofyan:

 

Istighfarlah Yo. Semuanya perlu waktu. Itulah sebabnya kenapa Allah sangat menyukai orang-orang yang sabar. Selama ini orang banyak yang salah paham. Mereka menyamakan antara sabar dengan nrimo ing pandum, diam, menunggu dan hanya menerima apa saja yang ditimpakan pada dirinya. Bukan, bukan itu, Yo.

 

73. Satrio :

 

Bagaimana, Mas ?

 

74. Sofyan:

 

Was ta’inu bish shobri wash shollat. Jadi sabar adalah satu sikap mental yang dinamis, yang seialu berusaha mengarah kepada yang haq. Makanya oleh Allah digabungkan dengan sholat, karena sholat itulah wujud sebuah kesabaran dalam beraktivitas. Sabar dan sholat itulah wasilah kita untuk seialu lebih dekat kepada Allah.

 

( Suara salam dari Bu Ros dengan nada yang agak tinggi)

 

75. Bu Ros:

 

Assalamu’ alaikum.

 

76. Semua :

 

Wa ’alaikum salam.

 

77. Satrio:

 

Benarkan.

 

78. Bu Ros:

 

Apanya yang benar, Yo ?

 

79. Satrio:

 

Tidak, Bu. Tidak apa-apa kok. Capek ya, Bu. Bu Ros darimana ?

 

80. Bu Ros:

 

Dari dinas, Yo. Mengurus Nomor Induk Siswa Nasional milik kamu itu.

 

81. Satrio :

 

Sudah keluar, Bu ?

 

Bagian 1 - Rumah Rindu

 

L


I

 

82. Bu Ros:

 

Belum.

 

83. Satrio:

 

Yaaaah, belum. Kenapa katanya, Bu ?

 

84. Bu Ros:

 

Tahu, Yo. Katanya, yang biasa mengurusi sedang sakit.

 

85. Satrio:

 

Sabar ya, Bu. Kata mas Sofyan kita haras tetap berusaha,itulah kesabaran yang benar.

 

86. Bu Ros :

 

Kamu jadi lebih pintar sekarangYo. Mimpi apa kamu semalam ?

 

87. Satrio:

 

Mimpi makan tahu gorengnya Mbak Ana.

 

88. Ana :

 

Satrio ! Awas kamu. Kalau sampai cerita ke Bu Ros, awas kamu.

 

89.BuRos:

 

Ada apa, Mbak Ana ?

 

90. Satrio :

 

Iya, Bu. Sejak tadi pagi Mbak Ana uring-uringan teras. Saya yang jadi korban.

 

91. Riski:

 

Syukur, Yo. Hati-hati Idhul adha sebentar lagi.

 

92. Satrio :

 

Dasar si pemakan daging.

 

93. Bu Ros :

 

Jaga lisanmu, Yo. Mbak Ana mau cerita pada Ibu ?

 

94. Satrio:

 

Sana, Mbak. Biar tidak uring-uringan teras. Capek, Mbak.

 

95. Ana :

 

(Menengadahkan wajah ke atas, berusaha agar air matanya tak keluar) Iya, Bu.

 

96. Bu Ros:

 

Ayo, ke ruang sebelah. ( Menggandeng Mbak Ana dan menuntunnya ke raang sebelah )*. Duduk di sini Mbak Ana. ( Mendudukkan Mbak Ana di kursi yang ada. Kemudian ia sendiri duduk di sebelah Mbak Ana). Ceritalah, Mbak.

 

97. Ana :

 

( Hanya bisa menumpahkan air mata di bahu Bu Ros. Setelah agak reda) Bu, apa karena kita tunanetra, kita tidak bisa mengurus anak ? Dan selalu haras merepotkan orang tua kita ? Kita bisa kan, Bu ?

 

Bagian 1 - Rumah Hindu


98. Bu Ros:

 

Bisa, Mbak. Insya Allah bisa.

 

99. Ana :

 

Apakah ketunanetraan dijadikan ukuran untuk bisa tidaknya Kita menikah, punya suami dan kemudian diamanabi anak ?

 

100. Bu Ros:

 

Kata Rasulullah, kalau kita ingin selamat yang hams kita jadikan ukuran adalah diennya, Mbak Ana. Walau kita tunanetra, selama yang kita jadikan ukuran adalah ukuran dari Allah, insya Allah kita akan mampu mengemban amanah itu.

 

101. Ana:

 

Kenapa orang sulit mempercayai hal itu ?

 

102. Bu Ros :

 

Mulailah dari did kita dahulu, Mbak. Jika kita sendiri sudah yakin akan hal itu, orang lain pun akan mudah menerimanya. Ada apa sebenarnya, Mbak ?

 

103. Ana :

 

Saya ingin sekali bisa menjadi seperti yang Bu Ros ajarkan. Saya ingin menjadi seorang istri yang sholehah. Saya ingin suami saya kelak bisa bersabar dan bersyukur Bahwa istrinya adalah saya. Saya ingin anak-anak kami kelak bangga bahwa ibunya adalah saya.

 

104. Bu Ros:

 

Subhanallah alhamdulillah, satu keinginan yang disukai Allah. Berusahalah, Mbak, jangan perneh menyerah. Jangan hiraukan suara-suara yang merintangi jalan kita, Mbak.

 

105. Ana :

 

Ya, Bu, insya Allah. Ya Allah, berilah hamba-Mu ini kepandaian, kekuatan dan kemampuan untuk selalu memenuhi amanah-amanah-Mu.

 

106. Bu Ros:

 

Amin. Sudah, Mbak Ana ? Ayo kita ke depan.

 

(Mereka kembali ke depan )*

 

107. Bu Ros :

 

Yo. Besok kalau ke dinas lagi kamu ikut ya.

 

108Satrio :

 

Boleh, Bu. Syukur-syukur jika berangkatnya sepulang saya sekolah ya Bu.

 

109. Bu Ros:

 

Kalau jam segitu, mudah-mudahan masih ada orang Yo. Tapi kalau toh sudah tidak ada paling tidak masih ada kamu. Disana ada orang atau tidak, tidak ada bedanya untuk kita yang tunanetra ini.

 

110. Satrio:

 

Maksud Bu Ros ?

 

Bagian 1 - Rumah Rindu


lll.BuRos:

 

Hari ini adalah pertama kalinya saya kesana sendirian. Biasanya ada yang menemani. Ini adalah satu pengalaman yang akan membuat kita semakin kuat untuk mengkampanyekan ke masyarakat bahwa kita itu ada. Dan mengedukasi masyarakat bagaimana cara mereka bersikap terhadap tunanetra.

 

112. Satrio:

 

Bagaimana Bu ?

 

113. BuRos:

 

Paling tidak kita tahu sekarang bahwa banyak pegawai di dinas itu yang punya bakat terpendam jadi tukang parker. Tapi perlu pelatihan yang bagus lagi, karena saya sudah menabrak lebih dari sepuluh meja.

 

114. Satrio:

 

Jadi ? ( Tertawa dan kemudian mencoba menirukan ) Sana sana, sebelah kanan, kiri, maju dikit, kiri lagi. Brak ! Adu !

 

( Semuanya pun tertawa. Semangat pembanian muncul diwajah mereka)

 

Bagian I - Rumah Rindn


Bagian 2 - Rum ah Pacu

 

Pucuk-pucuk yang berebut sinar mentari

 

01. Bu Ros:

 

Ris ayo hafalanmu mana ?

 

02. Riski:

 

Ya Bu. (Melantunkan QS Ali Imran ayat 110 dengan lancar)

 

03. Bu Ros:

 

Bagus, Ris. KamuAndi!

 

04. Andi:

 

Baik Bu. ( Sama seperti Riski, lancar )

 

05. Bu Ros:

 

Bagus. Sekarang kamu Yan !

 

06. Sofyan:

 

Ya Bu. (Lancar juga)

 

07. Bu Ros:

 

Sekarang baca terjemahannya, Ndi.

 

08. Andi:

 

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah, sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

 

09. Bu Ros:

 

Selama ini kita ummat Islam terlena dengan ayat-ayat ini. Ayat ini hanya dipahami sebatas satu pernyataan dari Allah.

 

10. Sofyan:

 

Bukankah memang demikian, Bu. Dalam ayat ini Allah menyatakan bahwa kita adalah ummat yang terbaik. Dan memiliki tugas untuk mengajak ke yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran.

 

11. Bu Ros:

 

Benar itu. Tetapi jika hanya dipahami sebatas itu kita akan kehilangan semangat untuk meju. Lihatlah kondisi ummat Islam sekarang. Benarkah memang ummat yang terbaik ? Bisa tidak mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran ?

 

12. Sofyan:

 

Semestinya bagaimana, Bu ?

 

13. Bu Ros:

 

Semestinya ayat ini kita pahami sebagai sebuah perintah dari Allah. Kita harus menjadi ummat yang terbaik, karena hal ini adalah syarat mutlak untuk bisa melakukan amar ma’ruf nahi munkar dengan benar. Ingat, sebelum menjadi seorang rasul, apa gelar Muhammad ?

 

Bagian 2 - Rumah Pacu


14. Riski:

 

Al Amin.

 

15. Andi:

 

Benar, Bu. ( Mencoba menenangkan diri) Kita memang diperintahkan Allah untuk menjadi yang terbaik. ( Kepada Sofyan ) Mas, ingat ayat yang kemarin ? Surat Ali Imran ayat 30 ? Qul inkumtum tuhibbunallah fattabi’uni. Sulit untuk bisa mengamalkan ayat ini jika kita belum bisa menjadi yang terbaik. Katakanlah jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku.

 

16. Sofyan:

 

Ya, Ndi. Orang-orang yang paling mulia di sisi Allah adalah mereka yang terbaik, mereka yang paling bertaqwa.

 

17. Bu Ros:

 

Subhanallah wal hamdulillah wa laa illaha ilallahu Allahu akbar. Kesadaran seperti ini haras dimunculkan dalam diri setiap orang yang mengaku dirinya orang Islam. Jadilah yang terbaik di setiap bidang keahlian masing-masing. Dengan demikian kita bisa menjadi rujukan di bidang itu. Dan kita pun bisa melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Arti dari mencintai Allah adalah kita ingin dekat kepada-Nya. Artinya kita ingin menjadi orang-orang yang mulia. Dengan menjadi yang terbaik, barulah kita bisa mengatakan fattabi’uni, ikutilah aku.

 

18. Riski:

 

Apakah haras menjadi yang terbaik dulu baru kemudian bisa mengamalkan ayat itu ?

 

19. Bu Ros:

 

Bersyukurlah kita, karena Allah menilai kita dalam berproses kea rah sana lewat lisan rasulNya. Ingat hadits balighu ani walau ayat, sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ? Artinya rasulullah mengajarkan kepada kita untuk melakukannya ayat per ayat atau setahap demi setahap.

 

( Keceriaan menyambut ramadhan menyelimuti panggung yang terbagi menjadi tiga bagian. Sofyan dan Riski di sebelah kanan panggung asyik dengan belajar melantunkan ayat-ayat qur’an dengan benar. Bu Ros dan Ana di tengah panggung memegang setrika dan baju sambil membayangkan menjadi istri dan ibu yang sholihah. Andi dan Satrio di kiri panggung riuh dengan laptopnya)

 

20. Sofyan:

 

Ris, saya dulu yang baca ya. Kamu perhatikan dan kemudian tirukan.

 

21. Riski:

 

Baik, Mas.

 

22. Sofyan:

 

(Melantunkan surat Adh Dhuha) Sekarang kamu Ris.

 

( Riski mulai menirukan dan beberapa kali dibetulkan oleh Sofyan. Dan akhirnya riang dengan hasil yang dicapai)

 

23. RisM :

 

Alhamdulillah ya Allah.

 

24. Sofyan:

 

Allahu akbar.

 

Bagian 2 - Riimah Pacu


1

 

(Bu Ros dan Ana beradu cepat menjadi yang mereka bayangkan)

 

25. Ana:

 

Kalau sampai tangan kita menyentuh bagian yang panas dari setrika ini bagaimana Bu ? Sakit tidak?

 

26. Bu Ros:

 

Anggap saja itu harga yang haras kita bayar, Mbak. Panasnya setrika ini tidak akan pernah dihiraukan oleh seorang istri dan ibu yang sholehah. Sama seperti para suami yang tak pemah menghiraukan teriknya matahri dalam menjemput risqi dari Allah.

 

27. Ana :

 

Suhhanallah, indah sekali Bu.

 

28. Bu Ros:

 

Benar, Mbak. Kata Allah kita haras focus pada akhir yang baik. Walal akhiratu khoira laka minal ula atau wa bil akhiratu hum yuqinuyn. Dengan demikian kita akan terus semangat untuk menuju Allah. Sebelah sini Mbak yang dipegang. Nah, bagian ini yang akan kita setrika. Pegang, Mbak. Kita geser seprti ini agar permukaan baju ini jadi licin. Hati-hati.

 

( Satrio dan Andi)

 

29. Andi:

 

Windos M dulu Yo untuk masuk ke desktop. ( Satrio mengikuti instruksi Andi) Pakai tekan huruf D, itu huraf depan digital qur’an agar kita cepat menemukannya. Ketemu kan. Enter sekarang. Pindah ke root jaws the PC Yo. Nah sekarang cari surat Adh Dhuha. Surat ke berapa coba ?

 

30. Satrio:

 

Surat 93.

 

31. Andi:

 

Bagus, cari sekarang ! Jalankan !

 

(Terdengar suara merdu al Ghomidi melantunkan surat Adh Dhuha. Kepuasan terpancar dari wajah keduanya.)

 

Bagian 2 - Rumah Pacu


Bagian 3 - Rumah Cahaya

 

Buncahan kerinduan Rasulullah dan pera sahabat akan baitullah ketika hudibiyah.

 

(Lantunan lembut Al Qur’an surat An nasr semilirkan hati)

 

01. Ana:

 

Apakah ketika di surga nanti kita juga tunanetra seperti sekarang ?

 

02. Sofyan :

 

Bukankah kita akan bisa melihat wajah Allah ?

 

03. Ana:

 

Astaghfirullah, ampunilah keraguan ini ya Allah.

 

04. Sofyan:

 

Bersyukurlah Mbak Ana, kita masih diberi kesadaran dan kemampuan untuk selalu mendekati keridhoan-Nya. Banyak dari kita yang terlena dengan sesuatu yang belum pasti.

 

05. Riski:

 

Maksud Mas Sofyan ?

 

06. Sofyan:

 

Banyak yang berkeyakinan bahwa sebelum masuk surga mereka akan dicuci dulu dineraka untuk membalasi dosa-dosa yang telah dilakukannya di dunia ini.

 

07. Riski:

 

Bukankah memang demikian yang kita dengar Mas ?

 

08. Sofyan:

 

Tidak salah Ris. Hanya saja akibat dari pemahaman yang kurang tepat, akhirnya membuat orang jadi lebih ringan untuk melakukan satu kesalahan. Karena mereka beranggapan toh selama mereka masih mengaku Islam akhirnya masuk surga juga, walau entah kapan.

 

09. Riski:

 

Begitu ya Mas ? Apakah ketika di neraka juga tunanetra Mas ?

 

10. Satrio:

 

Ya Allah ampunilah keluguan saudaraku yang satu ini. Begini saja Mas, pemahaman itu mulai sekarang kita balik.

 

11. Sofyan:

 

Dibalik bagaimana, Yo ?

 

12. Satrio:

 

Amal baiknya dibalasi dulu di surga, baru kemudian dilempar ke neraka untuk mempertanggungjawabkan dosa-dosanya. Jadi masuk nerakanya belakangan dan selamalamanya di sana.

 

13. Ana:

 

Alhamdulillah ya Allah, ridhoilah kecerdasan saudaraku ini, hingga tahu goreng saya selalu utuh.

 

Bagian 3 - Rumah Cahaya


14. Satrio:

 

Tahu goreng tahu goreng tahu goreng ! Ya Allah ya Rabby, jadikanlah saudariku yang satu ini seorang istri yang sholihah, hingga Hingga apa ya Ris ?

 

15. Riski:

 

Hingga ?

 

16. Satrio:

 

Lah, Riski. Ya Allah ya Rabby, cepatkanlah saudaraku yang lambat ini.

 

17. Riski:

 

Cepat ? Lambat ? Bagaimana Yo ?

 

18. Satrio:

 

Mas Sofyan tolong dong, please.

 

19. Sofyan:

 

Begini Ris, ketika kamu makan harus lebih cepat lagi, hingga tahu gorengmu tak akan hilang.

 

20. Satrio :

 

Mas Sofyan!

 

21. Sofyan:

 

Ya Allah ya Rabby, pandaikanlah kami dalam memahami ayat-ayt-Mu, hingga saudaraku yang satu ini menjadi jauh lebih cerdas lagi.

 

22. Satrio:

 

Maksud Mas Sofyan ?

 

23. Sofyan:

 

Coba kamu panggil Mas Andi Yo, dia yang bisa memberikan penjelasan yang lebih mudah kamu pahami.

 

24. Satrio:

 

Mas Andi! Kemarilah ! Kami butuh bantuanmu !

 

( Andi masuk)

 

25. Andi:

 

Ada apa Yo ? Dimana kamu ?

 

26. Satrio:

 

Sim, Mas. (Menggandeng Andi dan mendudukkannya)

 

27. Andi:

 

Apa Yo ? Biasanya kalau kau baik hati seperti ini pasti ada maunya.

 

28. Satrio:

 

Ya Allah, aku tetap akan ikhlas karena-Mu.

 

29. Sofyan:

 

Ndi, coba kamu jelaskan pada Satrio tentang kakakmu yang pulang menggerutu kemarin.

 

Bagian 3 - Rumah Cahaya


30. Satrio:

 

( Setelah menunggu agak lama ) Ya, Mas, maafkan saya. Saya tak akan komentar negative lagi. Saya akan perhatikan dengan seksama. Benar.

 

31. Andi:

 

Janji, Yo.

 

32. Satrio:

 

Janji.

 

33. Andi:

 

Beberapa hari yang lalu kakak pulang ke ramah dengan ngedumel. Selepas isya’ waktu itu. Ada apa, Mas ? tanyaku.Jawab kakakku, ”Hampir saja saya tabrak anak itu. Sudah tahu malam-malam ya lampu motor dimatikan. Itu di depan pasar. Tahu-tahu ia sudah di depan angkot ini. Alahamdulillah saya masih bisa menghindar. Kalau tidak ? Astaghfirullah, siapa yang susah coba ?”

 

34. Satrio:

 

O, begitu. (Manggut-manggut, kemudian) Mas Sofyan, apa hubungannya dengan kecerdasan saya?

 

35. Sofyan:

 

Pertanyaanmu itu sudah mewakilijawabannya, Yo.

 

36. Satrio :

 

Jadi saya ini tidak cerdas, begitu ? Lha kalau saya tidak cerdas, bagaimana dengan yang lain ? Penghinaan ini namanya. Ris, apa kamu tidak tersinggung dikatakan begitu ?

 

37. Riski:

 

Kalau yang ngomong begitu kamu ya tidak apa-apa, Yo.

 

38. Satrio:

 

Dasar, Riski. Pokoknya saya tidak terima !

 

(BuRosmasuk)

 

39.BuRos:

 

Tidak terima apa, Yo ?

 

40. Satrio:

 

Bu Ros. Ini Bu, saya dikatakan tidak cerdas oleh mereka. Padahal hanya untuk main catur saja, mereka tidak ada yang menang lawan saya. Ini yang saya tidak terima.

 

41. Bu Ros:

 

Begitu, Yan ?

 

42. Sofyan:

 

Satrio yang mudah panas hati, Bu. Kita belum selesai menjelaskan, Satrio sudah marah duluan. Tidak ada satu kata pun dari kita yang mengatakan Satrio tidak cerdas. ( Mulai menggoda Satrio ) Hanya

 

43. Satrio:

 

Kurang cerdas. Begitu kan ?

 

Bagian 3 - Rumah Cahaya


44. Bu Ros:

 

Sudan, Yo. Katamu Allah nienyukai orang-orang yang sabar. Jaga emosimu. ( Kepada Sofyan) Apa sebenamya yang ingin kalian jelaskan, Yan ?

 

45. Sofyan :

 

Kita akan mengatakan kepada Satrio tentang ulul albab, orang-orang yang berakal, Bu. Hingga dia tidak lagi menggunakan kecerdasannya untuk menjahili orang lain. Menggunakan dengan semestinya. (Kepada Andi) Ndi, kamu yang temskan.

 

46. Andi:

 

Benar, Bu. barn intronya saja Satrio sudah marah. Beberapa hari yang lalu kakakku hampir saja menabrak pengendara sepeda motor yang tidak pakai lampu. Padahal aturannya di siang hari pun lampu sepeda motor hams dinyalakan. Dari sini yang sebenamya ingin kita jelaskan kepada Satrio, Bu.

 

47. Bu Ros:

 

Begitu?

 

48. Andi:

 

Kita hams bisa menangkap apa yang tersirat dari peristiwa-peristiwa yang kita alami dan kemudian kita kaitkan dengan proses pengabdian kita kepada Allah. Kalau kita bisa seperti ini barulah kita menjadi seorang yang ulul albab. Karena hanya mereka yang ulul albablah yang mampu memahami ayat-ayat Allah, sebagaimana disebutkan di surat Ali Imran ayat 7.

 

49. Bu Ros:

 

Yo, coba kamu cari di laptopmu itu.

 

50. Satrio:

 

Baik, Bu. ( Satrio membuka Al qur’an digital di laptopnya dan mencari surat tersebut. Tak lama kemudian terdengar alunan surat Ali Imran ayat 7 dan kemudian computer membbacakan terjemahannya)

 

51. Bu Ros:

 

Kalian benar. Di dalam Al qur’an ini ada ayat-ayat yang muhkamaat dan juga ada ayat-ayat yang mutashaabihaat. Dan memang mereka yang ulul albab sajalah yang mampu mengambil pelaharan dari keduanya dengan haq. Bisa juga dipahami bahwa pada awalnya ayat-ayat Al qur’an adalah mutasyaabihaat dan kemudian setelah dijelaskan oleh Rasulullah barulah menjadi muhkamaat. Andi, orang seprti apakah yang disebut ulul albab itu ?

 

52. Andi:

 

Seperti yang disebutkan oleh Allah di surat Ar ra’d ayat 19 sampai 22, Bu. Mas Sofyan tolong dibacakan ayat itu, Mas.

 

53. Sofyan:

 

(Mencari Al qur’an Braile di rak belakang. Kemudian membacakannya)

 

54. Andi:

 

Kamu, Yo. Coba cari terjemahannya pakai Al qur’an in word.

 

55. Satrio :

 

Ya, Mas. (Mencarinya di laptop, kemudian membacanya).

 

Bagian 3 - Rumah Cahaya


56. Andi:

 

Menurut ayat tadi mereka yang dapat digolongkan sebagai seorang yang ulul albab harus memenuhi beberapa criteria, Bu. Yang pertama, adalah mereka yang memenuhi janji .Allah dan tidak merusak perjanjian itu. Kriteria yang pertama ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya semua orang mempunyai peluang menjadi seorang yang ulul albab. Karena tak ada seorang pun yang bisa melepaskan diri dari janji Allah, Allah adalah Yang Maha Penepat Janji.

 

57. Bu Ros:

 

Tepat sekali, Ndi. Coba kita perhatikan lagi ayat tersebut. Di sana dikatakan mereka yang memenuhi janji Allah. Perhatikan kalimat ’memenuhi janji Allah’. Bukankah di ayat ini yang dipenuhi adalah janji Allah, bukan janji kita ?

 

58. Andi:

 

Benar, Bu. Janji Allah adalah ketika malam hari yang gelap, pengendara motor agar ia tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, ia harus menyalakan lampu. Jadi ketika ia tidak menyalakan lampu dan ia ingin tidak membahayakan orang lain ataupun dirinya sendiri, itu namanya merusak janji Allah. Artinya criteria pertama seorang ulul albab adalah mereka yang patuh pada aturan-aturan Allah.

 

59. Bu Ros:

 

Alhamdulillah ya Robby. Beningkanlah hati kami untuk menrima kebenaran-Mu. Yang kedua, Ndi ?

 

60. Andi:

 

Yang kedua adalah mereka yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan untuk dihubungkan dan mereka yagn takut kepada Robbnya serta takut akan hisab yang buruk.

 

61. Bu Ros:

 

Bagaimana maksudnya, Ndi ?

 

62. Andi:

 

Salah satu hal yang dimaksud oleh Allah menghubungkan disini adalah menghubungkan tali silaturrahim. Jadi ketika kita membahayakan orang lain, itu bisa merusak silaturrahim ini. Sama dengan Satrio dengan keisengannya akan mengganggu silaturrahim ini.

 

63. Bu Ros:

 

Subhanallah, jadikanlah kami orang-orang yang selalu menjadi perekat silaturrahim, ya Allah. Dan jadikanlah diri ini hanya takut kepada-Mu. Kemudian yang selanjutnya, Ndi ?

 

64. Andi:

 

Kreteria selanjutnya adalah mereka yang memiliki sikap mental yang dinamis dan tangguh, melakukan aktivitas yang mengarah kepada kedekatan kepada Allah dan selalu berpijak pada hal yang haq.

 

65. Bu Ros:

 

Astaghfirullahu ya Ghofur, Jika yang dikatakan oleh Andi itu kita praktekkan, kita akan menjadi manusia yang selalu dalam tarbiyah Allah.

 

66. Sofyan:

 

Seperti dalam kota santri ya Bu ?

 

(Mereka pun mendendangkan Kota Santri)

 

Bagian 3 - Rumah Cahaya


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Asessement as Learning

Mengenal Penelitian Tindakan Kelas